Pengalaman Pertama Mengajak Bayi Menginap di Hotel
July 12, 2020Berbicara tentang pengalaman pertama, saya jadi ingat tentang pengalaman pertama mengajak anak menginap di hotel pada tahun 2016. Waktu itu usia Yoshi masih 8 bulan. Kami menginap di sebuah hotel di Singapura dengan nama Nuve Hotel. Kami sudah memesan hotel tersebut jauh-jauh hari secara online. Selain pengalaman pertama menginap bersama anak, ini juga menjadi pengalaman pertama saya menginap di luar Indonesia. Awalnya deg-degan. Apalagi Yoshi masih dalam masa MPASI. Saya memutar otak agar barang bawaan tetap sedikit namun semua kebutuhan kami terpenuhi. Syukurlah pada akhirnya kami hanya perlu membawa dua buah tas ransel dan satu tas bayi berukuran kecil.
Tampak dari luar, Nuve Hotel hanya seperti deretan ruko. Memang dia bukan hotel berbintang. Lobinya saja sangat sempit, begitu pun kamar-kamarnya. Namun saya cukup puas menginap di hotel ini. Selain lokasinya yang strategis, fasilitasnya pun membuat perjalanan pertama kami ke Singapura dengan membawa bayi dan balita menjadi lebih lancar. Apalagi meskipun tampak seperti ruko, di dalamnya terdapat lift. Saya tidak perlu naik turun tangga menggendong bayi yang saat itu beratnya sudah hampir menyentuh angka 9 kg.
Hotel ini terletak di kawasan Kampong Glam yang terkenal sebagai kawasan Muslim di Singapura, dekat dengan Masjid Sultan, yaitu masjid pertama yang dibangun di negara tersebut. Selain itu juga dekat dengan kawasan Haji Line, Bugis Junction, dan Stasiun MRT Bugis. Mustafa Centre dan Bugis Street Market pun bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari hotel ini.
Foto di depan hotel dengan latar belakang Masjid Sultan |
Lokasinya yang terletak di Kampong Glam memudahkan kami mencari makanan halal. Salah satu favorit saya adalah Restoran Hjh. Maimunah. Rasa masakannya enak dan harganya cukup terjangkau, sehingga kami bisa menghemat pengeluaran. Kami membeli makan di sana sebanyak 4x dari total 4 hari 3 malam liburan kami.
Di hotel ini saya memilih kamar tipe Nuve Classic dimana terdapat kulkas kecil di dalamnya. Saya perlu kulkas untuk menyimpan buah dan makanan yang saya bawa untuk Yoshi karena dia masih MPASI tahap awal dan belum makan makanan seperti orang dewasa. Tidak banyak yang saya bawa, hanya pisang, pir, alpukat, tomat dan telur rebus. Buah untuk sarapan, sedangkan tomat dan telur untuk makan siang dan malam, Walaupun pada prakteknya jarang makan malam. Saat malam Yoshi lebih banyak menyusu atau makan buah lagi.
Tempat tidur ukuran Queen yang kami tempati bertiga |
Kakak ipar yang pergi bersama kami membawa alat memasak nasi khusus bepergian dengan kapasitas kecil, sehingga nasi untuk Yoshi saya ambil dari kakak, sedangkan saya dan suami membeli makanan sendiri. Saya hanya membawa seperangkat baby food maker, yang terdiri dari parutan, perasan, saringan, sendok dan mangkok, ditambah cangkir dan botol minuman. Saya lupa membawa pisau, sehingga bingung ketika hendak memotong buah. Meminjam ke pihak hotel pun tidak kunjung dipinjami. Entah mereka tidak mengerti perkataan saya atau bagaimana. Namun saya tidak ingat lagi bagaimana saya memecahkan masalah mengupas buah ini.
Hotel menyediakan air minum isi ulang di dekat lobi, selain yang disediakan di kamar. Tamu bebas mengisi sebanyak apapun. Ini yang saya suka dari hotel ini. Apalagi harga air mineral di Singapura menurut saya cukup mahal. Selain air isi ulang yang melimpah, adanya Handy Phone yang disediakan oleh pihak hotel juga sangat membantu. Handy Phone itu boleh dibawa ke luar hotel, sehingga memudahkan kami untuk tetap bisa mengakses internet di luar hotel. Adanya internet membantu kami menentukan transportasi apa yang harus kami gunakan untuk menuju suatu lokasi. Ternyata halte-halte bis lebih mudah dijangkau dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan MRT, sehingga kami tidak selalu harus berjalan ke stasiun MRT terdekat yang biasanya lokasinya lebih jauh daripada halte bis.
Pengalaman unik yang saya alami di hotel ini adalah memandikan Yoshi di wastafel. Mandi ini memang cukup membuat saya bingung karena tidak ada bathtub di sana. Apalagi Yoshi belum bisa berdiri. Lalu sebelum berangkat saya menemukan postingan orang-orang yang memandikan anak mereka di wastafel dan itu menjadi inspirasi bagi saya. Cangkir kumur yang disediakan tapi tidak pernah saya gunakan untuk berkumur akhirnya saya manfaatkan sebagai gayung. Entah cara ini benar atau salah. 😁
Mandi di Wastafel |
Pengalaman pertama memang selalu membuat kita banyak berpikir, was-was dan melakukan banyak persiapan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Beruntunglah pengalaman pertama saya menginap di hotel luar negeri bersama bayi berjalan lancar tanpa hambatan yang berarti.
#RumbelMenulisIPBatam #RulisKompakan
#KomunitasIPBatam
9 komentar
Hahaha itu idenya samaan kok mbak, mandiin di wastafel 😆 btw, saluut sukses ngajakin bocah mpasi traveling ke luar negri 😍☕ mudah2an pandemi segera berakhir yaa, biar bisa jalan-jalan lagi dengan tenang💙
ReplyDeleteAlhamdulillah lancar sih. Yang tidak diperhitungkan itu bawa payung. Akhirnya beli disana payung oleh2 gt
DeleteAamiin ya. Semoga Pandemi ini segara berlalu dan kita bisa jalan2 lagi
Sama mbaak, mandi di wastafel & mengubah fungsi cangkir jadi gayung.
ReplyDeleteHihihi iya banyak ibu2 yang melakukan mandi di wastafel itu. Makanya aku ikutan 🤭
DeleteWiii mantap Yoshi dr kecil uda jalan jauh
ReplyDeleteDari Bandung jauh waktu itu. Kl dari Batam kn deket. Lebih jauh drpd Bandung ke Garut
Deleteeh lebih deket maksudnya
DeleteHahahaha.. Samaaaa. Aku juga pernah gini. Mandiin anak di wastafel hotel 😂😂
ReplyDeletekayanya banyak emak-emak melakukan ini ya?
Delete